Selasa, 07 Juni 2016

belajar



A.    Definisi dan contoh belajar
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa hasil belajar atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang tampak pada latihan membaca dan menulis.
Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan ketarampilan tersebut. Untuk menghindari ketidaklengkapan persepsi tersebut, berikut ini akan disajikan definisi dari para ahli disertai komentar dan interpretasi seperlunya.
Skinner, seperti yang dikutip barlow (1985) dalam bukunya Educational psychology: The teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang ber;angsung secara progresif. Pendapat ini diun gkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah “.... a process of progressive behavior adaptation” . berdasarkan eksperimennya, B F Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).
Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses conditioning yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat bahwa definisi yang bersifat bervioristik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang menentangnya.
Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psichology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “... acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience” (be;ajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latohan dan pengalaman). Rumusan keduanya berbunyi: process of acquiring responses as a result of special practice ( belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus).
Hintzman (1978) dalam bukunya The Psichology of Learning and Memory berpendapat bahwa “ Learning is a change in organisdue to experience which can affect the organism’s behavior” (belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut). Jadi, dalam pandangan hintzman, perubahaan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.[1]
Proses dan tahapan belajar
B.     Definisi proses belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti berjalan kedepan. Kata ini memiliki konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut chaplin (1972), proses adalah Any change in any object or orghanism, particularly a behavioral or psychological change (proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan).
Tahap-tahap dalam proses belajar
Menurut Jerome S Bruner
Menurut Bruner, salah Seorang penentang teori S-R Bond yang terbilang vokla ( Brlow, 1985), dalam proses belajar siswa menempuh tiga eposode / tahap yaitu:
1)      Tahap informasi ( tahap penerimaan materi)
2)      Tahap transformasi ( tahap pengubahan materi)
3)      Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sdang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Dalam tahap transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannnya dpat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
Menurut Arno F. Wittig
Menurut wittig (1981) dalam bukunya psiuchology of learning , setiap proses belajar berlangsung secra tiga tahapan:
1)      Acquistion ( tahap perolehan/ [penerimaan infomasi)
2)      Storage ( tahap penyimpanan informasi)
3)      Retrieval ( tahap kembali mendapatkan informasi)
Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan prilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi antara pemahaman dengan prilaku baru dalam keseluruhan prilakunya. Proses acquissition dalam belajar merupakan tahapan yang paling mendasar. Kegagalan dalam tahapan ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap berikutnya.
Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori. Mengenai bagaimana proses kerja dan hubungan antara kedua memori ini telah penyusun paparkan dalam subbab c belajar, memori, dan pengetahuan dalam perspektif psikologi dan agama.
Pada tingkatan retrival seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya., misalknya ketika ia menjawab pertanyaan dan memecahkan masalah. Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang telah tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.
Menurut Albert Bandura
Menurut Bandura (1977) , seorang behavioris moderat penemu teori social learning observational learning, setiap proses belajar ( yang dalam hal ini terutama belajar sosial menggunakan model) terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi:
1)      Tahap perhatian ( attentional phase)
2)      Tahap penyimpanan dalam ingatan (retentions phase)
3)      Tahap reproduksi ( reproduction phase)
4)      Tahap motivasi (motivation phase)
Tahap perhatian. Pada tahap pertama ini para siswa/ para peserta dididk pada umumnya memusatkan perhatian pada objek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka kerahui.
Tahap penyimpanan dan ingatan. Pada tahap berikutnya informasi berupa materi dan contoh perilaku model itu ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori.  Tahap reproduksi. Pada tahap reproduksi segala bayangan/ citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali.
Tahap motivasi. Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dpaat berfungsi sebagai reinforcement, ‘penguatan’ bersemmayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik.[2]
C.     Unsur-unsur tentang belajar
Menurut Gagne (dalam Catharina Tri Ani, 2006:4) unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga menghasilkan perubahan perilaku yakni :
a.       Pembelajar
Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta latihan. Pembelajar memiliki organ pengindraan yang digunakan unutk menangkap rangsangan otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil pengindraannya ke dalam memori yang kompleks dan syaraf atau otot yang digunakan untuk  menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.
b.      Rangsangan/stimulus
Peristiwa yang merangsang pengindraan pembelajar disebut situasi stimulus. Contoh dari stimulus tersebut adalah sinar, suara, warna, panas, dingin, dll. Agar pembelajar mampu belajar optimal maka harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.
c.       Memori
Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
d.      Respon
Respon merupakan tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada didalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

D.    Beberapa perbuatan yang dapat disebut belajar
Menurut Hamalik (2004:27), “Perbuatan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).” Menurut pengertian ini, perbuatan belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Hakim (2000:1) yaitu: “perbuatan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.” Sedangkan menurut pendapat Djamarah (2000:10), perbuatan belajar adalah suatu kegiatan yang kita lakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan.[3]

E.     Karakteristik, manifestasi, dan ragam belajar
Meskipun secaea teretis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar. Perubahan yang timbul karena proses belajar sudah tentu memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas.
KARAKTERISTIK PERUBAHAN HASIL BELAJAR
Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku yang terpenting adalaah :
1)      Perubahan itu intensional
2)      Perubahan itu positif dan aktif
3)      Perubahan itu efektif dan fungsional
Perubahan intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya., seperti penambahan, pengetahuan, kebiasaan, sikap, ,kebiasaan, dan pandangan tertentu serta keterampilan.
Namun demikian, perlu pula dicatat bahwa kesengajaan belajar itu, menurut Anderson (1990) tidak penting, yang penting cara mengelola info0rmasi yang diterima siswa pada waktu peristiwa terjadi. Di samping itu, kenyataan sehari-hari juga menunjukkan bahwa tidak semua kecakapan yang kita oleh merupakan hasil kesengajaaan belajar yang kita sadari.
Perubahan positif aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru ( seperti pemahaman dan keterampilan baru) yaang lebih baik dari pada apa yang ada sebelumnya. adapun perubahan artif yang artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karen proses kematangan ( misalnya, bagi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
Perubahan Efektif Fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siwa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar fungsiponal dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsionala dapat diharapkan memeberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, perubahan yang efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya perubahan-perubahan positof lainnya. sebagai contoh, jika seorang siswa belajarmenulis, maka di samping itu akan mampu merangkaikan kata dan kalimat dalam bentuk tulisan, ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya seperti membuat catatan , merangkai surat, dan bahkan menyusun karya sastra atau ilmiah.
Manifestasi Perilaku Belaajar
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan yakni kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, tingkah laku afektif. Mengenai timbulnya sikap dan kesanggupan yang konstruktif, juga berpikir kritis dan kreatif.
A.    Manifestasi kebiasaan
Menurut Burghardt (1973), jkebiasaan itu timbul karena proses penyusunan kecenderungan respons dengan menggunakan stimuasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusunan / pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap bdan otomatis.
Kebiasaan terjadi karena prosesdur pembiasaan seperti dalam classical dan operant contioning.
B.     Manifestasi keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat saraf dan otot-otot (neorumuscular) yang lazimnya tampak dlaam kegiatan jasmaniyah seperti menulis, mengetik, olahraga dan lainnya. menurut Reber (1988) , keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dnegan keadaan untuk mencaapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motori melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai oada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yamng mampu mendayagunakan orang lain secara tepat dianggap sebagai orang yang terampil,.
C.     Manifestasi pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seporang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya yang salah pula.
D.    Manisfestasi berpikir asosiatif dan daya ingaat
Secra sederhana, asosiatif adaalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu lainnya. berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Dalam hal ini, kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipen garuhi oleh tingkat pengertian  atau pengetahuan yang diperoleh hasil belajar.
Daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dlaam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, secara meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi dan stimulus yang sedang ia hadapi.
E.     Manifestasi berpikir rasional dan kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujuadan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip dan dasar-dasar pengerti9an dalam menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa. Dalam berpikir rasional siswadituntut menggunakan logika atau akal sehat unruk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum kaida teoretos dan ramalan-ramalah. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan maslaah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan ( Reber, 1988).
F.      Manifestasi sikap
Dalam arti yang sempit adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut brono (1987) sikap ( attitude) adalah kecemderunagan yang relatif menetap untuk beraksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderunagan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku beljar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah lebih maju dan lugas terhadap suatu obyek, tata nilai, dan peristiwa.
G.    Manifestasi inhibisi
Secara ringkas, inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedanga= berlangsung (Reber 1988) dalam hal ini, belajar yang dimaksud ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi dan menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungan.
Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebanb itu, makna dan perujudan perilaku belajar siswa akan tampak dalam melakukan inhibisi ini.
H.    Manifestasi apresiasi
Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti penting atau nilao sesuatu (chaplin 1982). Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan dan penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur. Apresiasi ialah gejala ranah efektif yang pada umumnya ditujuakan pada karya-karya seni budaya seperti seni, sastra, seni musik, seni lukjis, drama, dan lainnya.Tingkat apresiasi seorang siswa terhadap niali sebuah karya sangat berpengaruh pada tingkat pengalamana belajarnya.
I.       Manifestasi tingkah laku afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang. Benci, dan was-was. Tingkah laku seperti ini, tidak pernah lepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan  perilaku belajar.[4]
F.      Ragam hasil belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku baru yang secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pengertian di atas tampak, bahwa salah satu ciri perbuatan belajar adalah tercapainya perubahan perilaku baru. Perlu diingat, sebagaimana telah dikemukakan di atas, tidak semua perubahan perilaku itu hasil belajar, demikian pula tidak semua pengalaman individu merupakan proses belajar. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ciri-cirinya seperti telah disebutkan sebelumnya adalah:
  1. perubahan yang disadari,
  2. perubahan yang bersifat kontinu dan fungsional,
  3. perubahan yang bersifat positif dan aktif,
  4. perubahan yang bersifat relatif permanen dan bukan bersifat temporer, dan bukan karena proses kematangan, pertumbuhan atau perkembangan,
  5. hasil belajar ditandai dengan perubahan seluruh aspek pribadi,
  6. belajar merupakan proses yang disengaja,
  7. belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan yang ingin dicapai, dan
  8. belajar merupakan suatu bentuk pengalaman yang dibentuk secara sengaja sistematis dan terarah.
Perilaku belajar yang terjadi pada para peserta didik dapat dikenal baik dalam proses maupun hasilnya. Proses belajar dapat terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan dalam dirinya yang tidak dapat dipenuhi dengan cara-cara yang refleks atau kebiasaan. Ia ditantang untuk mengubah perilaku yang ada agar dapat mencapai tujuan.[5]
G.    Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni:
1        Faktor internal yakni: keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa
2        Faktor eksternal yakni: kondisi lingkungan di sekitar siswa
3        Faktor pendekatan belajar yakni: jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi yang digunakan ssiswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Dalam hal ini, seorang guuru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan meunculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.
1.      Faktor internal siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri mrliputi  dua aspek, yakni aspek fisiologis yang bersifat jasmaniyah dan aspek psikologis yang bersifat rohaniah.
a.       Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ-organ siswa, sperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
b.      Aspek psikologis
Faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu sebagai berikut yakni tingkat kecerdasan/ inteligensi siswa, sikap siswa., bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.
Inteligensi siswa
Intelogensi diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara tepat (reber 1988). Tingkat kecerdasan atau inteligensi  siswa tak dapat diragukan lgi, snaagt menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya meraih sukses.
Sikap siswa
Sikap adalah gejala yang berdimensi afekrif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengn cara yang relatif tetap terhadap objek orang, dan barang, baik secara positif maupun negatif.
Bakat siswa
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan yang akan datang (chaplin 1972), Reber, 1988). Bakat juga diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
Minat siswa
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber 1988, minat tidak termasuk istilah populer dakalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.
Motivasi siswa
Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mndorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam perkembangan selanjutnya motivasi dibedakan menjadi dua macam yakni motivasu intrinsik merupakan hal dan keadaan yang berasal dari siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsil ialah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.
Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi instrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
2.      Faktor eksternal siswa
Faktor eksternal siswa dibagi menjadi dua macam yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
Lingkungan sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para gury, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. Selain itu, terhadap masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang trua dan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga, semuanya dpat memeberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
Lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, lat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
3.      Faktor pendekatan belajar
Pendekatan belajar diartikan sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efesiensi poroses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini, berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan amsalah atau mencapai tujuan belajar tertentu (Lawson 1991).[6]
Beberapa hasil eksperimen tentang proses belajar
Metode eksperimen adalah metode pengajaran dimana guru dengan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui. Berikut adalah beberapa hasil dari metode dalam proses belajar mengajar :
a.       Dengan metode ini anak-anak dapat menghayati dengan sepenuh hatinya mengenai pelajaran yang diberikan.
b.      Memberikan pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan kemauan anak.
c.       Perhatian anak akan terpusat kepada apa yang dieksperimenkan.
d.      Dengan metode ini sekaligus masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati anak-anak dapat langsung terjawab.
e.       Akan mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan, karena anak mengamati langsung terhadap suatu proses.[7]









[1]Muhibbin syah, PSIKOLOGI BELAJAR, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm., 63-65
[2] Muhibbin syah, PSIKOLOGI BELAJAR, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm., 109-113
[3] Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.

[4] Muhibbin syah, PSIKOLOGI BELAJAR, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm., 119-125
[5] Lihat Syah, 1997: 115 dan Surya, 1997, 61
[6] Muhibbin syah, PSIKOLOGI BELAJAR, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm., 145-156
[7] http://centermakalah.blogspot.com/2010/01/makalah-metodeeksperimen.html

0 komentar:

Posting Komentar